HARI RAYA IDUL ADHA ADALAH HARI RAYA KURBAN
Hari raya Idul Adha sering kita sebut juga dengan Hari raya Kurban, sebab pada hari Raya Idul Adha umat islam yang mampu melaksanakan Ibadah Kurban. Kurban pada pada dasarnya untuk orang masih hidup, tapi boleh juga di peruntuk bagi Keluarga yang sudah meninggal dunia Asal dalam pelaksanaanya sesuai dengan yang di Contohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Untuk menjawab perntanyaan Apakah Hukumnya berkurban untuk orang yang sudah meninggal, Berikut jawaban Ustadz Kholid Syamhudi. Menjawab pertanyaan itu, berikut kami bawakan pendapat Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, yang kami ambil dari kitab Ahkam Al-Adhahi wal Dzakaah, dengan beberapa tambahan referensi lainnya.
Pada asalnya,
kurban disyari’atkan bagi orang yang masih hidup, sebagaimana Rasulullah dan
para shahabat telah menyembelih kurban untuk dirinya dan keluarganya. Adapun
persangkaan orang awam adanya kekhususan kurban untuk orang yang telah
meninggal, maka hal itu tidak ada dasarnya.
Kurban bagi
orang yang sudah meninggal, ada tiga bentuk :
I. Menyembelih kurban bagi orang yang telah
meninggal, namun yang masih hidup disertakan.
Contohnya, seorang menyembelih seekor kurban untuk dirinya dan ahli baitnya,
baik yang masih hidup dan yang telah meninggal dunia.Demikian
ini boleh, dengan dasar sembelihan kurban Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam untuk dirinya dan ahli baitnya, dan diantara mereka ada yang telah
meninggal sebelumnya. Sebagaimana tersebut dalam hadits shahih yang berbunyi.“Artinya
: Aku menyaksikan bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat Id Al-Adha
di musholla (tanah lapang). Ketika selesai khutbahnya, beliau turun dari
mimbarnya. Lalu dibawakan seekor kambing dan Rasulullah menyembelihnya dengan
tangannya langsung dan berkata : “Bismillah wa Allahu Akbar hadza anni wa amman
lam yudhahi min ummati” (Bismillah Allahu Akbar, ini dariku dan dari umatku
yang belum menyembelih) [1]. Ini meliputi yang masih hidup atau telah mati dari
umatnya.Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah berkata : “Diperbolehkan menyembelih kurban seekor kambing
bagi ahli bait, isteri-isterinya, anak-anaknya dan orang yang bersama mereka,
sebagaimana dilakukan para sahabat” [2] Dasarnya ialah hadits Aisyah, beliau
berkata.“Artinya
: Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta seekor domba
bertanduk, lalu dibawakan untuk disembelih sebagai kurban. Lalu beliau berkata
kepadanya (Aisyah), “Wahai , Aisyah, bawakan pisau”, kemudian beliau berkata :
“Tajamkanlah (asahlah) dengan batu”. Lalu ia melakukannya. Kemudian Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabil pisau tersebut dan mengambil domba, lalu
menidurkannya dan menyembelihnya dengan mengatakan : “Bismillah, wahai Allah!
Terimalah dari Muhammad dan keluarga Muhammad dan dari umat Muhammad”, kemudian
menyembelihnya” [HR. Muslim] Sehingga
seorang yang menyembelih kurban seekor domba atau kambing untuk dirinya dan
ahli baitnya, maka pahalanya dapat diperoleh juga oleh ahli bait yang dia
niatkan tersebut, baik yang masih hidup atau yang telah meninggal dunia. Jika
tidak berniat baik secara khusus atau umum, maka masuk dalam ahli bait semua
yang termaktub dalam ahli bait tersebut, baik secara adat mupun bahasa. Ahli
bait dalam istilah adat, yaitu seluruh orang yang di bawah naungannya, baik
isteri, anak-anak atau kerabat. Adapun menurut bahasa, yaitu seluruh kerabat
dan anak turunan kakeknya, serta anak keturunan kakek bapaknya.
II. Menyembelih kurban untuk orang yang sudah
meninggal, disebabkan tuntunan wasiat yang disampaikannya.
Jika demikian, maka
wajib dilaksanakan sebagai wujud dari pengamalan firman Allah
“Artinya : Maka barangsiapa yang mengubah wasiat itu setelah ia mendengarnya, maka sesungguhnya dosanya adalah bagi orang-orang yang mengubahnya. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” [QS. Al-Baqarah : 181]
Dr Abdullah Ath-Thayaar berkata : “Adapun kurban bagi mayit yang merupakan wasiat darinya, maka ini wajib dilaksanakan walaupun ia (yang diwasiati) belum menyembelih kurban bagi dirinya sendiri, karena perintah menunaikan wasiat” [3]
III Menyembelih kurban bagi orang yang sudah meninggal sebagai shadaqah terpisah dari yang hidup (bukan wasiat dan tidak ikut yang hidup) maka inipun dibolehkan.
Para ulama Hambaliyah (yang mengikuti madzhab Imam Ahmad) menegaskan bahwa pahalanya sampai ke mayit dan bermanfaat baginya dengan menganalogikannya kepada shadaqah. Ibnu Taimiyyah berkata : “Diperbolehkan menyembelih kurban bagi orang yang sudah meninggal sebagaimana diperolehkan haji dan shadaqah untuk orang yang sudah meninggal. Menyembelihnya di rumah dan tidak disembelih kurban dan yang lainnya di kuburan” [4]
Akan tetapi, kami tidak memandang benarnya pengkhususan kurban untuk orang yang sudah meninggal sebagai sunnah, sebab Nabi Shallallahu ‘alaihi was al sallam tidak pernah mengkhususkan menyembelih untuk seorang yang telah meninggal. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyembelih kurban untuk Hamzah, pamannya, padahal Hamzah merupakan kerabatnya yang paling dekat dan dicintainya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pula menyembelih kurban untuk anak-anaknya yang meninggal dimasa hidup beliau, yaitu tiga wanita yang telah bersuami dan tiga putra yang masih kecil. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga tidak menyembelih kurban untuk istrinya, Khadijah, padahal ia merupakan istri tercintanya. Demikian juga, tidak ada berita jika para sahabat menyembelih kurban bagi salah seorang yang telah meninggal.
Demikian sedikit ulasan tentang Ibadah Kurban, semoga ada Mamfaatnya.
Komentar
Posting Komentar